KanalNews.co, JAKARTA – Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D menjelaskan bahwa usia tidak mempengaruhi migrasi Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang polikarbonat (PC). Dia mengatakan, semakin lama galon PC dipakai maka kandungan zat kimia pembentuk di dalamnya semakin hilang.
“Jadi sesungguhnya BPA paling banyak itu kapan? Ya saat galon itu baru, itu masih tersisa kimia pembentuknya,” kata Akhmad Zainal Abidin seperti dikutip dalam sebuah tayangan di Youtube, Selasa (23/9/2025)
Sebaliknya, sambung dia, galon guna ulang yang sudah dipakai berkali-kali cenderung aman karena sisa kimia pembentuk plastik di dalamnya sudah lebih sedikit dibanding galon baru. Dia melanjutkan, meski memiliki sisa zat baik galon baru dan lama namun kimia pembentuk plastik tersebut sudah tidak berbahaya bagi manusia.
“Dan ini sudah secara ilmiah. Jadi ini ada kekeliruan (penyebaran informasi) oleh orang lain. Menyesatkan,” kata Dewan Pakar Perhimpunan Ahli Plastik Indonesia ini.
Zainal menegaskan, artinya keamanan pemakaian galon guna ulang PC itu sudah tidak perlu diragukan. Dia menghimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir dan terpengaruh pada informasi tidak akurat yang beredar di publik.
Dia melanjutkan, pemerintah juga selalu berdiskusi dengan para ahli terkait keamanan kemasan pangan. Menurutnya, jaminan keamanan dari pemerintah juga sudah diberikan kepada masyarakat melalui beragam regulasi yang dibentuk berkenaan dengan kemasan pangan.
“Nah kalau galon lama rusak, namanya degradasi, tapi yang terlepas dari degradasi ini bukan BPA. Yang sudah diteliti itu pertama Eter, kedua Etanol, ketiga Keton, jadi nggak ada BPA disitu, makanya ini perlu diluruskan,” katanya.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Muhammad Alamsyah Aziz mengatakan kalau pada hewan coba, BPA berpotensi berpengaruh kepada manusia dalam konsentrasi tinggi minimal 1200-1500 mikrogram. Sedangkan, pemerintah sudah menetapkan ambang batas aman migrasi BPA dari kemasan ke dalam air 0,06 mikrogram.
Alamsyah mengungkapkan, hasil penelitian lembaga pusat pencegahan dan kontrol penyakit Amerika Serikat (CDC) menemukan bahwa kandungan BPA dalam kemasan pangan masih jauh di bawah ambang batas aman yakni 0,06 mikrogram.
“Itu jauh dari jumlah yang dibutuhkan makanya ini (galon PC) masih aman. Sangat kecil BPA yang ditemukan itu. Dibutuhkan jumlah yang sangat besar untuk bisa menyebabkan gangguan kesehatan,” katanya.
Anggota Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) ini mengatakan bahwa kalau pun BPA masuk ke dalam tubuh maka akan dikeluarkan melalui sistem metabolisme seperti feses, urin dan keringat. Dia melanjutkan, tubuh tidak akan menyimpan atau mengakumulasi BPA yang masuk ke dalam badan.
“Sampai saat ini kami tidak pernah menerima laporan atau kasus seseorang sakit karena BPA sehingga menyebabkan gangguan pada manusia,” katanya.
Sebelumnya, Doktor Sains Teknologi Plastik dari Universitas Teknologi Berlin di Jerman, Wiyu Wahono mengatakan bahwa Eropa tidak melarang kemasan PC yang mengandung BPA kecuali melebihi ambang batas aman. Artinya, sambung dia, selama masih di bawah tolerable daily intake (TDI) alias ambang batas aman masih boleh dipergunakan.
Pakar teknologi plastik itu menjelaskan, kemasan ber-BPA pada perlengkapan bayi memang dilarang mengingat TDI mereka yang kecil. TDI dihitung mengacu pada berat badan setiap konsumen. Sementara pada orang dewasa dapat disimpulkan harus mengonsumsi 48 liter air atau dua galon per hari agar BPA benar-benar berdampak bagi tubuh.
Dia tidak memungkiri bahwa ada potensi paparan senyawa kimia dari kemasan plastik apapun. Meski demikian, dalam konteks BPA, paparan yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan sekitar 2 hingga 4 jam sekali melalui urine atau zat sisa.
“Tidak akan terjadi akumulasi. Kalau akumulasi itu artinya menumpuk terus nggak keluar dan ini tidak terjadi,” katanya.
Terkait usia galon, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Kemasan Indonesia (Aspadin) memastikan pengawasan ketat penggunaan galon guna ulang di pabrik-pabrik AMDK. Hal serupa juga dilakukan terhadap galon yang sudah dibeli masyarakat dan kembali ke pabrik.
Pabrik akan memeriksa seluruh galon yang ada baik dari visual, kebersihan, dan kondisi apakah masih layak digunakan atau tidak, sesuai tahapan masing-masing. Apabila sudah tidak layak seperti kondisi berdebu yang tidak bisa hilang, terkena zat kimia dan bocor, atau tidak sesuai standar maka galon tidak akan digunakan ulang, termasuk terhadap galon dengan masa pakai 1 bulan sekalipun.
“Galon-galon tersebut kemudian kami pisahkan untuk dikembalikan ke supplier. Terkait umur pakai, pabrik sudah menentukan maksimum selama 5 tahun. Lebih dari itu harus dimusnahkan,” kata Penanggung jawab Sekretariat Aspadin Jawa Barat, Jakarta, dan Banten, Ismail. (adt)