KanalNews.co, JAKARTA – Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Hermawan Seftiono mengungkapkan kalau belum ditemukan laporan gangguan kesehatan yang diakibatkan meminum air dari galon polikarbonat. Padahal, ambang batas aman Bisphenol A (BPA) di Eropa lebih rendah dari Indonesia, yakni 0,02 nanogram.

“Meskipun ada banyak fokus pada beberapa produk yang mengandung BPA, seperti botol susu bayi atau kaleng makanan, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mengonsumsi air dari galon polikarbonat berbahaya. Bahkan, di Eropa sendiri, belum ada kasus yang ditemukan terkait gangguan kesehatan akibat air galon polikarbonat,” kata Hermawan Seftiono belum lama ini.

Hermawan melanjutkan, BPA yang merupakan senyawa kimia pembuatan plastik memang telah menjadi perhatian banyak kalangan. Kepala Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Trilogi mengungkapkan, alasannya karena diduga dapat berdampak negatif bagi kesehatan manusia.

Meski demikian, sambung dia, walaupun beberapa produk yang mengandung BPA telah diuji, namun kadar BPA dalam kemasan air galon dinilai aman untuk dikonsumsi. Bahkan, Hermawan mengaku adalah konsumen air galon polikarbonat selama puluhan tahun.

“Saya juga sudah mengonsumsi air galon polikarbonat selama hampir 30 tahun dan sampai sekarang aman-aman saja nggak ada masalah,” katanya.

Hermawan menjelaskan bahwa BPA memang zat berbahaya apabila berdiri sendiri. Dia melanjutkan, namun reaksi polimerisasi antara BPA dengan fosgen (karbonil diklorida) menjadi senyawa polikarbonat menghilangkan bahaya yang dimiliki BPA sehingga aman untuk digunakan.

“Nah ketika menjadi senyawa polikarbonat seharusnya produksi polimer ini menjadi aman. Artinya, kemasan produk galon aman digunakan untuk AMDK,” kata Hermawan Seftiono.

Dia menambahkan, ikatan polimer yang terbentuk dalam polikarbonat sudah sangat kuat. Dia melanjutkan, dibutuhkan energi atau suhu sangat tinggi untuk melepaskan ikatan polimer tersebut.

Hermawan mengungkapkan, paparan energi atau suhu tinggi itu tidak terjadi pada produk kemasan air polikarbonat meskipun terpapar sinar matahari. Dia menjelaskan bahwa paparan cuaca di Indonesia masih dalam batas wajar apabila terkena galon polikarbonat.

“Panas dari sinar matahari mungkin panasnya tidak terlalu ekstrim ya, jadi sebenarnya masih relatif aman jadi untuk digunakan,” katanya.

Kondisi berbeda terjadi apabila kemasan mengandung BPA dipanaskan langsung atau direbus, seperti pada botol bayi sebelum digunakan. Hermawan mengatakan, pemanasan demikian baru dapat merusak hasil polimerisasi BPA pada kemasan pangan.

Hermawan mengungkapkan bahwa konsentrasi BPA tertinggi sebenarnya berada pada kaleng makanan yang dilapisi enamel. Dia mengatakan, produk kaleng yang berisi makanan seperti sarden terpapar pada suhu tinggi selama proses sterilisasi sehingga berpotensi meningkatkan migrasi BPA.

“Di luar negeri sebenarnya fokus awalnya pada botol bayi. Saya juga bingung kenapa di Indonesia, kok tiba-tiba muncul malah spesifiknya ke galon. Mungkin karena banyak pengguna tiktok atau Instagram tiba-tiba mem-blow up masalah ini jadi ramai,” katanya.

Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Okky Krisna Rachman megimbau masyarakat tidak perlu ragu dan khawatir untuk mengonsumsi air dari galon polikarbonat. Dia menegaskan bahwa pemerintah telah menjamin keamanan produk melalui label SNI sebagai syarat mutu produk.

Dia menjelaskan, SNI disusun berdasarkan banyak perencanaan dan penilaian multipihak sebelum dijadikan standar mutu. Dia melanjutkan, SNI juga sudah mengatur kualitas bahan baku di hulu sebelum produksi hingga di hilir setelah barang jadi dan didistribusikan ke masyarakat.

“Jadi secara produksi, secara hasil produk industri AMDK itu sudah memenuhi segala regulasi dan ketentuan yang menjamin kualitas dan keamanan dari produk AMDK itu sendiri,” tegasnya. (adt)