Foto: Dok. Kemenperin

 

Kanalnews.co, — Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Reni Yanita menyampaikan bahwa di tengah banyaknya produk fesyen impor dan printing dengan harga terjangkau, Kemenperin meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaku industri fesyen.

Tidak hanya itu, Kemenperin juga melakukan pendampingan terhadap industri batik dalam negeri supaya bisa beradaptasi dan berkembang di pasar dalam negeri maupun mancanegara, termasuk pada segmen generasi muda yang punya karakter dan kebutuhan yang bermacam-macam.

“Oleh karena itu,kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik,” ujarnya pada, Selasa (16/7/2024) di Jakarta.

Lebih lanjut, Dirjen IKMA menilai bahwa pelaku IKM batik harus terus beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan pakem sejarah, proses pembuatannya, serta dampak yang ditimbulkan.

“Saat ini memang merupakan era untuk lebih memaksimalkan penggunaan pewarna alam yang dapat memberikan nilai tambah pada batik, sekaligus untuk menekan kerusakan lingkungan,” ungkapnya.

Dirjen IKMA juga terus mendorong pelaku IKM fesyen, khususnya IKM batik untuk menjalankan konsep  berkelanjutan (sustainable fashion) dengan mengedepankan nilai-nilai dari seluruh aspek dan pihak yang terlibat mulai dari, ekonomi, sosial, hingga lingkungan. Konsep tersebut juga meningkatkan nilai tambah dan citra produk seiring meningkatnya green lifestyle dan green consumerism

“Dengan mengedepankan konsep berkelanjutan tersebut, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah,” ucapnya. 

Lebih jauh, Dirjen IKMA juga menjelaskan seiring dengan perkembangan gaya hidup sehat dan tren penggunaan produk ramah lingkungan disenangi generasi muda, khususnya generasi milenial dan generasi Z. 

“Berbagai gaya hidup sehat, aktivitas olahraga, dan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan telah menjadi budaya generasi muda yang juga harus diperhatikan oleh para pelaku industri,” jelasnya.

Terkait industri batik, konsep tersebut bisa digunakan di segala rantai pasok mulai dari sektor produksi (hulu) dengan memakai bahan baku ramah lingkungan, dan di sektor hilir dengan memanfaatkan limbah sisa produksi fesyen.

“Kami terus mengenalkan industri batik yang ramah lingkungan kepada IKM batik binaan Ditjen IKMA, sehingga dapat menekan jumlah limbah padat dan cair dari industri pakaian dan tekstil,” tuturnya.

Oleh karena itu, Ditjen IKMA bersinergi dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) menggelar Program Pendampingan Teknis Produksi Pewarnaan Alam di Sentra IKM Batik Tasikmalaya pada 13-17 Juli 2024 di Gedung Pusat Pengembangan Industri Kerajinan Kota Tasikmalaya.

 Agenda tersebut juga menjadi bagian dari peringatan dalam rangka menyambut Hari Batik Nasional yang digelar dan dilaksanakan bersama YBI. Diikuti sebanyak 25 peserta pengrajin batik akan dibekali pengetahuan dan keterampilan terkait teknik pewarnaan alam dan cara pemasaran batik.

 “IKM harus mengenal bahwa zat kimia yang selama ini mereka pakai dapat menghasilkan limbah yang harus diolah ulang dengan biaya tinggi. Maka dari itu, kami perkenalkan dengan zat warna alam misalnya dari daun atau kulit pohon jati, daun indigo, kulit pohon mangga, dan sebagainya,” terangnya.

Ia menambahkan bahwa penggunaan warna alam di industri batik butuh proses dan waktu yang lebih panjang. 

“Inilah tantangannya, bagaimana bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam,” ujarnya. (aof)