KANALNEWS.co, Jakarta – Seminar yang khusus membahas tentang CSR pada masa new normal, telah berlangsung secara daring (melalui internet), pada Senin, 29 Juni 2020. Seminar yang dihadiri oleh 300-400 peserta ini mengangkat  tema sebagai berikut:  The Key Strategies of CSR to Support Business Continuity in New Normal.

Seminar tersebut merupakan rangkaian kegiatan  dari proses seleksi pemenang dan pemeringkatan pada penghargaan  Top CSR 2020, yang digelar Majalah TopBusines. Untuk hal itu, Majalah TopBusiness bekerja sama dengan sejumlah institusi seperti Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Dwika Consulting, Sinergi Daya Prima, Yayasan Pakem, Corebest Indonesia, Melani Harriman and Associates, Lembaga Kajian Nawacita (LKN), dan lain-lain.

Sejumlah pembicara mengutarakan analisis dan rekomendasi dalam seminar itu. Adapun hadir sebagai keynote speaker (pembicara kunci) adalah Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI, Siti Nurbaya Bakar. Dalam sambutannya, Menteri Siti Nurbaya mengaitkan pentingnya hubungan antara CSR, dengan Bumi dan ilmu pengetahuan. “Di sini, kita bisa bertanya satu hal. Yakni, apa yang bisa dilakukan untuk Bumi dan bangsa?” kata dia.

Saat ini, pandemi virus corona atau Covid-19 telah terjadi. “Akan tetapi, kita semua tetap harus bekerja dan berinovasi. Termasuk, tidak goyah dalam mengintensifkan isu penting tentang Bumi, melalui CSR,” kata Menteri Siti Nurbaya.

Isu seperti itu membutuhkan aksi nyata dari semua pihak. Adalah sangat perlu untuk menyelaraskann hidup dengan alam. “Pada prinsipnya, semua orang bisa berbuat nyata untuk mengatasi isu tentang Bumi. Termasuk melalui aktivitas CSR. Sekecil apa pun, akan berperan dalam menyelamatkan Bumi,” papar Menteri Siti Nurbaya.

Ketua Dewan Juri Top CSR 2020, Mas Achmad Daniri, mengatakan beberapa poin penting dalam melaksanakan CSR di saat Covid-19. Pertama kali,  program CSR harus dimulai dari karyawan sebuah perusahaan. “CSR sering terlalu fokus ke konsumen, sebenarnya hal itu harus dimulai dari ‘rumah’ atau internal perusahaan,” Daniri menjelaskan.

Selanjutnya, Daniri menjelaskan bahwa pelibatan pemangku kepentingan dalam CSR tersebut, tentu diperlukan. “Dalam hal ini, CSR melibatkan karyawan dan konsumen. Manfaat sosial, juga berarti manfaat bagi sebuah perusahaan.”

Daniri berkata bahwa Covid-19 telah mengubah cara berbisnis perusahaan. Pada prinsipnya, new normal adalah tatanan hidup manusia untuk menjalani kehidupan, pekerjaan, interaksi, dan menyesuaikan diri dengan menetapkan protokol Covid-19. Penerapan new normal adalah bagian dari menjalani kehidupan sebelum vaksin virus corona ditemukan.

Anggota Dewan Juri Top CSR 2020, sekaligus Direktur Corebest Indonesia, Nurdizal M. Rachman,  menjelaskan sejumlah kunci CSR untuk mendukung kelangsungan bisnis di new normal. Yakni bahwa dalam perumusan inisiatif CSR strategis, sebuah perusahaan perlu memerhatikan sejumlah hal.

Antara lain, dampak Covid-19 kepada masyarakat, dan kepada aktivitas bisnis. Dengan memertimbangkan dampak tersebut, CSR suatu perusahaan akan mengurangi dampak negatif  new normal ke perusahaan dan masyarakat. “Di samping itu, akan mengoptimalkan perubahan dan nilai-nilai new normal kepada perusahaan dan masyarakat,” papar Nurdizal.

Thendri Supriatno, seorang konsultan CSR, menyebut bahwa dalam masa new normal, perlu ada penyesuaian inisiatif CSR. Hal ini terkait adanya penyesuaian sistem kerja perusahaan dalam seluruh value chain perusahaan, dengan penerapan protokol kesehatan, sebagai tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan.

Direktur Utama Geo Dipa Energi (Persero), Riki Ibrahim, menjelaskan bahwa bagi pihaknya, kebijakan dan strategi CSR yang terkait dengan bisnis berkelanjutan, sangatlah penting.Itu pun demi memenuhi harapan dan kepentingan para pemangku kepentingan.

“Program community development adalah investasi jangka panjang. Juga, membangun kepercayaan publik dan citra perusahaan pun semakin positif,”  kata dia.

Direktur Utama Kideko, M. Kurnia Ariawan, menjelaskan bahwa untuk periode 2013-2018, pihaknya telah mengeluarkan dana investasi sosial senilai Rp 12,8 miliar. Ada berbagai bentuk investasi sosial tersebut, antara lain: pertanian terpadu, Gerakan Sadar Mandiri, dan lain-lain.

Kurnia mengatakan, “Dalam Gerakan Sadar Mandiri, ada pelatihan kepada kaum perempuan yang menjadi warga binaan.  Ada efek sustainability yang muncul, seperti peningkatan pendapatan menjadi Rp 6 juta per bulan. Gerakan ini pun memanfaatkan tanaman liar yakni purun.

Kekhususan Top CSR 2020

Ketua Penyelenggara Top CSR 2020 yang juga Pemimpin Redaksi Majalah TopBusiness, M. Lutfi Handayani, berkata bahwa ada pembeda antara Top CSR 2000 dengan penghargaan sejenisnya. Perbedaan pertama, yang dinilai dalam TOP CSR 2020 ada tiga aspek utama. Selain aspek kepatuhan (compliance) terhadap ISO 26000 tentang Social Responsibility, aspek GCG, dan aspek keselerasan program CSR dengan strategi serta daya saing bisnis perusahaan, juga diperhatikan.  “Jadi, penilaian dalam Top CSR 2020 tidak sekadar fokus kepada compliance dalam ISO 26000 atau lingkungan,” ucap Lutfi.

Hasil penilaian atau skor GCG yang baik menjadi salah satu prasyarat awal untuk menerima penghargaan TOP CSR 2020. Program CSR yang efektif, lebih mudah diterapkan jika GCG perusahaannya baik. Pada Top  CSR 2020 pun ada tambahan penilaian kategori khusus, yakni Program CSR yang terkait dengan prioritas Program Kabinet Indonesia Maju.

Lutfi menjelaskan pula bahwa penilaian  Top  CSR 2020  mengaplikasikan perangkat lunak SR Index, sehingga perusahaan peserta dapat mengukur atau menilai sendiri tingkat adopsi CSR-nya terhadap ISO 26000. Bagi perusahaan yang belum familiar dengan ISO 26000, tetap dapat mengukur SR Index-nya. “Cukup memasukan data dan informasi kebijakan dan program CSR yang selama ini dijalankan,” kata dia.

Lebih lanjut, Lutfi mengatakan bahwa lewat seminar tersebut, pihaknya sebagai penyelenggara Top CSR 2020 pun berniat memberikan pedoman-pedoman dalam menggelar strategi CSR di saat masa new normal. “Kita ketahui bersama, sangat sulit untuk memprediksi kapan selesainya pandemi virus corona ini secara 100%. Di sisi lain, aktivitas CSR dan keseluruhan aktivitas bisnis, tentu tidak bisa berhenti, melainkan sebaiknya berjalan dengan memerhatikan panduan protokol kesehatan. Harapannya, dari seminar ini, ada panduan seperti itu untuk CSR perusahaan,” tutup Lutfi. (Mul)