
Kanalnews.co, SURABAYA — Rangkaian acara 13th International Convention of Asia Scholars (ICAS) hari kelima, digelar dengan pemutaran film dokumenter dan diskusi bertajuk “The Missing Ox: Ngaben Massal Taman Kaja, Ubud, Bali, di Masa Pandemi”, pada Rabu, (31/07/24).
Acara yang diselenggarakan di Museum Etnografi dan Kematian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR) ini menyoroti praktik ngaben massal di Bali, khususnya di tengah tantangan pandemi COVID-19.
Ngaben Massal: Lebih dari Sekadar Upacara
Film dokumenter karya Rita Padawangi dan Ari Trismana tersebut membawa penonton menyusuri prosesi ngaben massal di Banjar Taman Kaja, Ubud. Ngaben, upacara pembakaran jenazah dalam tradisi Hindu Bali, tidak hanya ritual kematian, melainkan juga refleksi tentang kehidupan, kematian, dan siklus kehidupan.
Melalui film ini, penonton diajak untuk memahami makna mendalam dari ngaben massal, terutama dalam konteks pandemi yang membawa perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat.
Pandemi COVID-19 memberikan tantangan tersendiri bagi pelaksanaan ngaben massal. Pembatasan sosial dan kondisi ekonomi yang sulit memaksa masyarakat untuk melakukan penyesuaian.
Selain itu, film dokumenter ini juga menyoroti bagaimana masyarakat Banjar Taman Kaja beradaptasi dengan situasi tersebut. Mereka tetap menjalankan tradisi ngaben dengan semangat gotong royong, namun dengan skala yang lebih sederhana dan biaya yang lebih terjangkau.
Setelah pemutaran film, agenda dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh Rita Padawangi, dengan dihadiri peserta ICAS 13 dari berbagai lintas ilmu dan ahli dari berbagai manca negara.
Diskusi tersebut membahas berbagai aspek menarik, mulai dari makna simbolis ngaben, dampak pandemi terhadap praktik keagamaan, hingga pentingnya kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan masyarakat dalam mendokumentasikan dan melestarikan tradisi.
“Ngaben massal bukan hanya tentang kematian, tetapi juga tentang kehidupan,” ujar Rita Padawangi.
“Melalui upacara ini, masyarakat Banjar Taman Kaja menunjukkan semangat kebersamaan dan gotong royong yang sangat kuat. Tujuan mendokumentasi proses ngaben ini sebagai bahan mengajar bukan hanya di kelas tapi juga untuk publik” imbuh Rita Padawangi dari Singapore University of Social Sciences, Singapore.
Museum Etnografi sebagai Ruang Dialog
Diskusi dilanjutkan dengan kunjungan ke Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP UNAIR. Di museum ini, peserta diajak untuk melihat berbagai koleksi yang berkaitan dengan koleksi artefak kematian di Indonesia.
Melalui kunjungan museum, peserta dapat lebih memahami keragaman praktik kematian di berbagai daerah dan bagaimana praktik-praktik tersebut berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Salah satu poin penting yang diangkat dalam diskusi adalah pentingnya kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan masyarakat dalam memahami dan mendokumentasikan praktik-praktik budaya. Kolaborasi tersebut, diharapkan dapat dihasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi-tradisi tersebut.
Film dokumenter dapat menjadi contoh nyata dari bagaimana penelitian akademik yang bisa memberikan dampak kepada publik secara menarik dan mudah dipahami. Harapannya film ini dapat menjadi pengingat sekaligus manfaat lebih banyak penelitian kolaboratif di masa depan.
Penulis: Meilisa Dwi Ervinda
Editor: A. R. Oka Fahrudzin