Kanalnews.co, JAKARTA — Merespon tindakan aparat Kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi pada (22/8/2024) di Gedung DPR RI. Anggota Ombudsman RI, Johannes Widijantoro mengungkapkan bahwa pihaknya menyesalkan penanganan aksi demonstrasi Kepolisian terhadap sejumlah mahasiswa, buruh, aktivis, pelaku seni dan unsur masyarakat, yang berakhir ricuh karena pembubaran oleh aparat Kepolisian.
Seperti diketahui, aksi demonstrasi kemarin mengangkat isu penolakan Revisi UU Pilkada pasca Putusan MK Nomor: 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
“Tindakan aparat Kepolisian yang membubarkan massa dengan melakukan pengejaran, penangkapan dengan kekerasan, penganiayaan dengan pengeroyokan, dan pengintimidasian kepada peserta aksi dan juga rekan-rekan jurnalis, bertentangan dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum serta Pasal 28 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, Dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum, yang intinya Kepolisian dalam melakukan tindakan upaya paksa harus menghindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif,” ujar Johannes pada Jumat, (23/8/2024), di Jakarta, dilansir dari siaran pers Ombudsman RI.
Johannes menyebut pihak Kepolisian mempunyai SOP dalam menangani unjuk rasa. Menurutnya, hal tersebut seharusnya menjadi landasan bagi setiap aparat kepolisian yang bertugas.
“Kepolisian RI telah memiliki SOP dalam pengendalian massa yang diatur melalui Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi pedoman bagi setiap Anggota Kepolisian yang bertugas di lapangan dalam penanganan aksi demonstrasi,” imbuh Johannes.
Menurut Johannes, tindakan Kepolisian tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan dan SOP Pengendalian Massa yang berlaku.
Oleh karena itu, ia meminta agar Kepolisian membebaskan demonstran dan bersikap persuasi dalam menangani aksi.
Selain itu, Johannes juga mengingatkan kembali Kepala Kepolisian RI agar menginstruksikan seluruh jajaran Kepolisian, baik pusat maupun daerah untuk mengedepankan pendekatan persuasif.
“Mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam melakukan pengawalan dan pengamanan kegiatan unjuk rasa serta menghindari tindakan represif. Kemudian bilamana pendekatan persuasif tidak dapat dijalankan dan situasi tidak terkendali (chaos), agar menerapkan cara bertindak dan penggunaan alat kekuatan sesuai dengan prinsip proporsional, dengan memaksimalkan fungsi intelijen dalam hal mengukur potensi kualifikasi dan kuantifikasi gangguan termasuk deteksi dini serta ancaman gangguan kamtibmas. Serta melakukan evaluasi dan pengawasan berkala dari komandan satuan,” ungkap Johannes.
“Dalam proses pemeriksaan agar dilakukan secara objektif dan transparan, dengan menyampaikan informasi mengenai pihak-pihak yang diamankan/ditahan serta status dan proses yang sedang dilakukan. Selain itu, melakukan penanganan terhadap oknum petugas yang diduga melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugas, peserta demonstrasi yang saat ini sedang ditahan, baik di Polda maupun di Polres agar tetap dipenuhi hak-haknya, khususnya untuk memperoleh pendampingan dari penasihat hukum dan diupayakan untuk dapat segera dibebaskan,” imbuh Johannes. (aof)