
Kanalnews.co, JAKARTA — Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri berhasil mengungkap sindikat internasional jaringan Taiwan untuk kasus tindak pidana perjudian online dan pornografi.
“Dittipidum kemarin tanggal 24 Juni telah berhasil mengungkap tindak pidana judi online dan pornografi sindikat internasional jaringan Taiwan,” ujarnya, dilansir dari laman Divisi Humas Polri.
Hal itu disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers Senin, (8/7/2024) di Bareskrim Polri, Jakarta.
Lebih lanjut, Djauhandhani menyampaikan bahwa dalam penelusuran tersebut Bareskrim Polri menemukan 2 situs judi online diantaranya hot51 dan 82gaming.
Menurutnya, situs tersebut seringkali merubah domain dengan tujuan menyamarkan konten judi online.
“Pada situs hot51 tersedia dua layanan, layanan judi online dan layanan live stream pornografi,” ungkapnya.
Djauhandhani menambahkan bahwa untuk mencari streamer atau host yang bertugas melakukan live streaming sambil berpakaian minim hingga melakukan hubungan intim, sindikat tersebut melakukan perekrutan agen.
“Sedangkan agen bertugas untuk mengatur jam kerja dan mencatat kinerja host serta mendistribusikan pendapatan host (gaji dan bonus). Dimana para host ditargetkan untuk melakukan live stream selama tiga jam pada tiap harinya untuk mendapatkan gaji minimum dan para host akan mendapatkan bonus dari gift yang diberikan oleh para viewers,” terangnya.
Djauhandhani juga menjelaskan usai menerima laporan polisi, pihaknya bergerak cepat melakukan penyelidikan, hasilnya ditemukan salah satu kantor operasional sindikat tersebut di Tangerang.
Berdasarkan penyelidikan tersebut, sambung Djauhandhan, selain berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, Bareskrim juga mengamankan 7 tersangka yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Taiwan diantaranya, CCW, SM, WAN, KA, AIH, NH, DT, dan ST.
Atas tindakan tersebut, para pelaku dijerat pasal berlapis yakni, Pasal 303 KUHP dan Pasal 45 ayat 1 dan 3 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE.
“Dengan ancaman hukuman maksimal selama 10 tahun dan denda maksimal rp 10.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah),” tandasnya. (aof)