KANALNEWS.co, Jakarta – Rumah Amanah Rakyat (RAR) yang didirikan para tokoh nasional, Taufiqurrahman Ruki (mantan ketua KPK) , Prijanto (mantan gubernur DKI), Lili Wahid (mantan anggota DPR-RI yang juga adik kandung almarhum Gusdur), kedatangan seorang lelaki asli tionghoa bernama, Kho Seng Seng.

Kho Seng Seng datang  tidak sendiri. Ketika itu ia datang bersama dua orang keluarganaya dan beberapa teman yang sama-sama etnis tionghoa.

Pada hari itu, Kho Seng Seng, muncul di tengah kerumunan warga DKI yang, pada waktu itu, sama detang ke Rumah Amanah Rakyat yang bermarkas di jalan Cut Nyak Dien No.5 Gondangdia, Cikini, Jakarta.

“Saya Kho Seng Seng dari Jembatan Besi. Saya ditemani keluarga dan kawan saya, kami datang ke sini ingin bertemu diri sambil memperlihatkan judul berita di surat kabar yang memuat berita tentang berdirinya Pak Prijanto (mantan Wagub DKI-red) dan Taufik Ruqi (mantan pimpinan KPK-red),” ujarnya memperkenalkan diri kepada RAR.

Di hadapan Prijanto, Pak Taufikurahman Ruki, bunda Lily Wahid (tokoh NU), kanda Habil Marati, Sofyano Zakaria dan hadirin, Kho Seng Seng berbicara agak cadel namun jelas dan mudah untuk dicerna.

“Kita-kita  (minoritas/etnis tionghoa-red) sebenarnya sejak dulu gak pernah jadi masalah dipimpin oleh mayoritas pribumi dan muslim, kita selama ini hidup baik-baik saja baik dalam bertetangga maupun berdagang dan usaha” ucap Kho Seng Seng dalam nada lembut dan teramat santun itu.

Dalam percakapannya, Seng Seng melanjutkan : “Saya dan keluarga serta kawan kawan tidak merasa terhina jika kami dibilang cina. Saya juga tidak perlu ganti nama saya dengan nama Indonesia seperti yang banyak dilakukan suku saya. Contoh lain, Pak Kwik Kian Gie, tetap gunakan nama Cinanya akan tetapi siapa yang ragukan nasionalisme Indonesianya pak Kwik haha…”

Kho Seng Seng menambahkan bahwa ia lahir dan besar di negeri ini dan dia tidak merasa bahwa dirinya dianak tirikan oleh pemimpin di Indonesia dan juga oleh gubernur gubernur muslim yang selama ini mimpin Jakarta.

Seng Seng juga mengatakan : “Kalau memang kami,  minoritas Cina di negeri ini mengalami diskriminasi, tidak mungkin banyak dari etnis Cina berhasil dan sukses dalam usaha maupun dagang. Dan juga anak-anak kami pun bisa sekolah hingga perguruan tinggi di negeri ini.”

Kho Seng Seng dengan tegas bahwa etnis Cina di Indonesia tidak mengalami diskriminasidari pemerintah dan masyarakat. “Jadi kami tidak pernah alami diskriminasi seperti apa yang belakangan ini banyak dikampanyekan oleh pendukung gubernur DKI sekarang ini. Kampanye itu jadi  begitu aneh? Ada apa sebenarnya dengan kota Jakarta  ini? Kami sedih karena hubungan bertetangga yang telah terjalin  puluhan tahun terusik karena ulah satu orang yang kami juga tidak kenal”, tandas  Seng Seng.

Sen Seng menghembau pada etnis-etnis lain, jangan terpropokasi oleh opsi-opsi pemilihan gubernur DKI. “Jadi, kami  tidak ragu yakni lebih mendukung pemimpin pribumi dan muslim , karena itu pengalaman hidup kami yang baik selama kami hidup di Jakarta ini . Dari pada mendukung Pemimpin yang justru bisa menjadi masalah bagi hidup kami dan ini membuat  kami jadi tidak nyaman di Negeri ini maka kami memilih dipimpin gubernur non etnis Cina. Ini hak kami ” tegas Kho Seng Seng.

Kho Seng Seng bercerita panjang lebar kepada pemgurus Rumah Amanah Rakyat tentang  sejarah nenek moyangnya yang merantau sejak dulu  hingga tiba pada  generasi ke lima.

Kho Seng Seng dengan nada sedih menambahkan bahwa etnis Cina di jakarta merasa terusik  oleh sikap Ahok (Gubernur DKI) kasar dan cenderung arogan , “Sikap kasar dan ambisi  gubernur saat ini, bagi kami , telah menimbulkan rasa tidak nyaman. Kami etnis Cina yang bukan orang kaya , bisa menanggung akibat jika persatuan dan persahabatan yang sudah terjalin selama ini , rusak karena ambisi dan sikap arogan itu. Banyak orang Cina yang hidupnya juga pas-pas an dan tidak masalah jika dipimpin oleh saudara kami non Cina, ” pungkasnya. (mulkani)