Kanalnews.co, JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI, Nur Nadlifah tidak menampik telah menggunakan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat selama puluhan tahun. Dia mengaku tidak merasakan masalah apapun setelah selama puluhan tahun mengonsumsi AMDK isi ulang.

“Ya nggak apa-apa sebenarnya, tapi memang kita harus lihat, inikan diramaikan satu produk tertentu itu galonnya mengandung sesuatu yang berbahaya,” kata Nur Nadlifah di Jakarta.

Lebih lanjut politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini mengatakan pengawasan kesehatan pada AMDK harus dilakukan terhadap seluruh produk secara merata dan bukan pada produk tertentu saja.

Namun, ia meminta agar semua industri AMDK bisa membuktikan bahwa produk-produk yang mereka jual benar-benar aman untuk dikonsumsi. Selain itu, industri AMDK juga perlu memperhatikan treatment atau perlakuan terhadap kondisi-kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya migrasi zat-zat kimia berbahaya dari kemasannya ke dalam produk airnya.

Dia mencontohkan salah satu treatment yang harus dilakukan itu adalah bahwa kemasan AMDK tersebut harus tidak boleh dipanaskan dan terkena panas dalam beberapa hari. “Masyarakat juga harus memperhatikan hal-hal tersebut,” katanya.

Terkait keamanan AMDK galon Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, beberapa waktu lalu menegaskan air kemasan galon guna ulang aman untuk digunakan, baik oleh anak-anak dan ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang oleh pihak-pihak tertentu adalah hoaks.

Hal itu disampaikan Menkes saat ditanyakan apakah air kemasan galon guna ulang aman untuk dikonsumsi masyarakat terutama anak-anak dan ibu hamil.

Belakangan di media ramai pemberitaan tentang bahaya BPA pada galon guna ulang. Isu ini bergulir karena diduga ada pihak pihak tertentu yang mendorong wacana pelabelan BPA pada galon berbahan polikarbonat oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Kampanye negatif terhadap galon polikarbonat ini sempat mencatut nama Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang kemudian diklarifikasi oleh Tulus Abadi. Dia menduga ada yang melakukan framing bahkan ada kegiatan mafia yang memainkan isu BPA ini.

Pemerintah sendiri melalui Kementerian Koordinasi Bidang Ekonomi, Kementerian Perindustrian, Badan Standarisasi Nasional menolak wacana pelabelan ini karena kebijakan yang ada saat ini telah menjamin keamanan AMDK galon. Selain itu Industri juga menolak kebijakan ini karena akan memberatkan dan membawa stigma negatif pada produk yang telah berpuluh puluh tahun di konsumsi masyarakat.

Peneliti Bisnis dan HAM Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII, Sahid Hadi berpendapat BPOM sebagai kepanjangan tangan pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan apapun produk pangan yang beredar di pasar tidak menimbulkan kerugian-kerugian berbasis penikmatan hak atas kesehatan, hak asasi manusia dan hak-hak yang lain di level publik.

“Kesadaran kita adalah bahwa setiap produk usaha itu tidak boleh membahayakan kepentingan publik, termasuk kesehatan publik dalam konteks ini, maka fungsi pengawasan BPOM itu diterapkan pada setiap produk pangan yang beredar di pasar, itu basic-nya,” kata Sahid Hadi.

Dia menegaskan, artinya BPOM harus melakukan penelitian keamanan terhadap seluruh kemasan pangan dan bukan hanya fokus pada BPA saja. Dia melanjutkan, kebijakan yang parsial hanya akan merugikan masyarakat sebagai konsumen dan melanggar hak mereka atas kesehatan secara keseluruhan.

Menurutnya, masyarakat hanya akan mendapatkan segelintir hak kesehatan saja dari pemerintah apabila yang diwajibkan oleh BPOM ke pelaku usaha itu hanya zat BPA. Padahal, zat berbahaya dalam seluruh AMDK tidak hanya BPA saja.

“Tapi BPOM hanya mewajibkan satu itu aja, nah itu justru sangat berpotensi untuk mengakibatkan atau menimbulkan kebijakan yang dampaknya itu diskriminatif pada pelaku usaha. Dan itu yang sebenarnya enggak boleh dilakukan oleh BPOM,” katanya.

Senada, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim juga meminta BPOM tidak hanya melabeli satu jenis kemasan plastik saja, tapi diberlakukan kepada semua. Menurutnya, semua kemasan plastik mengandung zat-zat kimia berbahaya.

“Jadi, jika BPOM ingin mewacanakan pelabelan, ya semua harus dilabeli, baik kemasan berbahan Polikarbonat maupun PET. Karena semua plastik itu sama-sama berbahaya bagi kesehatan,” katanya. (adt)