Foto ist

Kanalnews.co, JAKARTA– Forum Komunikasi Orang Tua Murid (FKOM) SDIT Al-Hamidiyah Sawangan Depok menggelar seminar terkait perundungan atau pembullyan yang marak terjadi di sekolah. Lantas, seperti apa peran orang tua dalam mencegah sang anak menjadi pelaku dan korban pembullyan?

Seminar tersebut bertajuk ‘Mengenal Perundungan Bullying dan Upaya penyelesaiannya (perspektif pelaku dan korban). Kegiatan ini digelar oleh FKOM bekerja sama dengan tim pengabdian masyarakat konsorsium hukum pidana fakultas hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Hadir pembicara dalam acara tersebut adalah Prof Dr Bambang Waluyo profesor of criminal law, Dr Handoyo Prasetyo Asisten Profesor of Criminal Law, Dr Benihrmoni Harefa Ahli Perlindungan Anak, dan Drs Subakdi Assosiate Profesor of General Mandatory Courses. Seminar ini berlangsung di Aula SDIT Al-Hamidiyah, Sawangan, Depok, Jumat (1/12/2023).

Kegiatan seminar ini dibawakan langsung oleh moderator Wardani Rizkianti. Ia merupakan orang tua salah satu siswa di Al-Hamidiyah yang juga dosen fakultas hukum.

Hadir pula kepala sekolah SDIT Al-Hamidiyah Ibu Anis Anisya berserta jajarannya. Puluhan orang tua siswa tampak antusias mengikuti seminar tersebut.

Profesor Bambang menjelaskan anak merupakan amanah yang harus dilindungi dan dijaga harkat martabatnya sebagai manusia. Untuk itu, peran orang tua sangat penting dalam membangun karakter anak.

Namun belakangan banyak anak-anak tingkat sekolah dasar menjadi pelaku dan korban bully. Tak hanya pembullyan secara verbal, tak jarang juga dengan kekerasan.

“Anak merupakan amanah. Itu harus kita lindungi dan dijaga, harkat martabat sebagai manusia. Perlunya edukasi yang terus menerus dilakukan oleh orang tua,” ujar Profesor Bambang.

Menurut Dr Handoyo ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi pelaku pembullyan. Salah satunya karena orang tua yang terlalu memanjakan anak, keadaan keluarga yang berantakan, meniru tayangan televisi, dan lingkungan pergaulan.

“Akibatnya anak jadi kurang rasa empati terhadap sesama,” katanya.

Adapun anak yang menjadi korban akan merasakan dampaknya. Dr Handoyo menyebut mental akan terganggu bahkan hingga depresi.

“Kesehatan fisik bisa dialami korban, rasa tidak aman di sekolah. Bagi anak yang menjadi korban akan menganggu kesehatan mental, anak merasa terisolasi secara sosial, tidak memiliki teman,” ungkapnya.

Lantas, seperti apa jika pembullyan terjadi di sekolah? Dr Handoyo menjelaskan peran sekolah amat penting. Sekolah tidak boleh berhenti melakukan sosialisasi dampak buruk pembullyan.

“Sekolah tidak boleh berhenti melakukan sosialisasi. Sekolah juga harus bisa menciptakan iklim yang nyaman sehingga anak merasa aman berada di sekolah. Jika perlu sekolah harus memiliki wadah pengaduan seperti yang ada di Al-Hamidiyah,” katanya.

Jika orang tua menemukan anaknya menjadi korban pembullyan, Dr Handoyo menyebut ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama menjalin komunikasi terlebih dulu dengan pelaku, orang tua pelaku dan sekolah. Lalu, jika terbukti bersalah pelaku bisa mendapatkan sanksi sosial lebih dulu.

“Kerja sama guru dan orang tua menjadi kunci penting dalam penanggulangan terhadap anak di sekolah,” ucap dia.

Kekerasan anak telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Anak (Pasal 80).

“Upaya hukum menjadi jalan terakhir. Tapi lebih utama sanksi sosial lebih dulu bisa diterapkan,” katanya menegaskan.

Tak hanya itu, orang tua juga berperan penting dalam menanamkan keberanian kepada anak untuk bertahan atau melindungi diri saat mendapatkan perundungan. Ia berharap kasus-kasus pembullyan dapat berkurang dan tak terjadi lagi. (ads)