KanalNews.co, Jakarta – Supply Chain Indonesia (SCI) menilai pelarangan dengan melakukan pembatasan terhadap angkutan logistik khususnya sumbu tiga atau lebih pada saat libur besar keagamaan sangat berdampak kepada inefisiensi di dalam kegiatan logistik. Karena libur-libur panjang itu sesuatu yang berdampak kepada terhentinya aliran barang.
Hal itu disampaikan Senior Consultant Supply Chain Indonesia, Sugi Purnoto. Di sektor ekspor impor misalnya, menurutnya, ada yang disebut closing kapal di mana voyage atau perjalanan kapal dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya itu tidak mengenal libur. “Sehingga, jika dilakukan pelarangan terhadap truk-truk sumbu 3 atau lebih di hari-hari libur, itu jelas berdampak kepada peningkatan biaya logistik yang tinggi,” ujarnya.
Pasalnya, lanjut Sugi, dengan adanya pembatasan terhadap truk-truk sumbu 3 atau lebih itu, armada tidak bisa mengambil barang yang secara langsung akan berdampak kepada bertambahnya biaya storage di pelabuhan. Sebab, katanya, storage itu hari pertama saja yang free, sedang hari kedua sudah ada biaya dan akan semakin tinggi di hari-hari berikutnya karena berlaku biaya progresif untuk penyimpanan atau storage. “Sehingga, dengan tidak bisa melakukan proses pengeluaran barang karena adanya pelarangan itu kan berdampak terhadap bertambahnya biaya storage di pelabuhan,” tukasnya.
Sedang untuk industri-industri lainnya, dampak dari kebijakan pelarangan tersebut akan menyebabkan terganggunya produksi karena suplai material atau suplai bahan bakunya terhambat.
Begitu juga dengan kegiatan domestik di dalam kota Jabodetabek sendiri maupun kegiatan aliran dari Jabodetabek menuju ke luar kota, baik itu ke Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, atau sebaliknya, dengan adanya pembatas itu otomatis suplai barang-barang yang akan masuk juga jadi terhambat. Kalau pelarangan itu dilakukan selama 4 hari, menurut Sugi, terhambatnya itu bukan hanya 4 hari saja tapi ditambah lagi dengan perjalanan menuju tempat distribusi barang. Jika barang itu akan dibawa dari Jakarta ke Surabaya, berarti harus ditambah tiga hari perjalanan lagi.
“Jadi, secara praktis pelarangan atau pembatasan itu menyebabkan kedatangan barang ke daerah-daerah yang dituju menjadi terlambat lebih lama lagi. Karena, kan harus ditambahkan lagi durasi perjalanannya,” ucapnya.
Khusus barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti air minum dalam kemasan (AMDK) yang tidak toko-toko di ritel tapi toko-toko kecil seperti minimarket-minimarket yang tidak punya stok yang banyak, itu bisa terjadi kelangkaan stok dengan diberlakukannya kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu 3 atau lebih. Hal itu disebabkan rata-rata stoknya untuk dua hari. “Itu karena stok mereka untuk semua merek AMDK paling 30 atau 40 galon. Nah, itu kalau dibeli dalam dua kali saja mungkin sudah habis mesti besok diisi lagi,” tuturnya.
Dia mengutarakan bahwa pembatasan truk-truk sumbu 3 atau lebih di hari-hari libur keagamaan itu lebih berdampak di Jabodetabek dibanding daerah-daerah lain yang tidak terlalu banyak kendala. Hal itu disebabkan pembatasannya ini dilakukan utamanya adalah tol dalam kota, tol jorr, kemudian tol menuju Merak, Bandung, Trans Jawa sampai dengan Kali Kangkung di Semarang. “Jadi, kalau saran saya Pak Dirjen Hubdat yang baru bersama dengan jajarannya, ketika akan melakukan pembatasan itu, yang mendapatkan prioritas untuk dibatasi itu adalah angkutan orang bukan angkutan barang,” ucapnya.
Menurutnya, kebijakan pelarangan yang dibuat pemerintah selama ini hanya bertujuan untuk memperlancar dan mempermudah lalu lintas orang yang melakukan perjalanan mudik semata atau dalam konteks jalan-jalan tanpa memperdulikan kepentingan industri. “Nah, ini kan sayang kalau hanya mengutamakan kepentingan dalam konteks pribadi dibandingkan dengan kepentingan logistik nasional,” ungkapnya.
Sebenarnya, katanya, pihak korlantas tinggal mengatur saja lalu lintasnya di saat hari-hari libur besar keagamaan. Artinya, dalam skalanya kalau dibatasi pun itu hanya di tolnya saja. Misalnya dari mulai setelah Cikampek karena truk juga tidak lewat di sana. ”Jadi, setelah Cikampek misalnya, truk itu menggunakan jalur arteri di Pantura untuk yang ke arah Timur,” tuturnya.
Sementara, lanjutnya, tol lingkar luar Jakarta (JORR) sudah ada opsi sekarang. Jadi, untuk penumpang yang dari Tanjung Priok bisa menggunakan tol Pelabuhan, yaitu tol dari Tanjung Priok menuju ke Cibitung. “Itu golongan 1 besarannya kurang lebih Rp 60.000, trailernya itu Rp 200.000. Nah, coba yang mobil pribadi suruh lewat sana. Jadi, yang jalur JORR dan tol Japek itu tetap bisa digunakan untuk angkutan logistik,” ungkapnya.
Kemudian, menurutnya, tol Cibitung – Cimanggis itu kemungkinan besar awal Juli atau pertengahan Juli sudah akan dibuka, karena sekarang sedang dalam ujian untuk trial atau tes. “Artinya, mobil-mobil pribadi nggak usah masuk dalam kota lagi, lewat saha di situ. Jadi, angkutan barangnya jangan dibatasi,” tukasnya.
Selain itu, dia juga mengusulkan agar Kementerian PUPR sesegera mungkin mempercepat proyek penyelesaian jalan tol Japek 2. “Sehingga, angkutan orang silahkan menggunakan tol Japek 2, dan yang mau ke Bandung bisa belok ke kiri,” ujarnya.
Kalau untuk Merak misalnya, seringkali bottlenecknya di pelabuhan saja, tapi di tolnya tidak ada kendala. “Nah, itu juga tolong jangan dilarang untuk kegiatan yang domestik untuk sekitar Jabodetabek sampai Tangerang di pintu tol Cikande, sehingga mereka tetap bisa melakukan aktivitas di logistiknya,” katanya.
Terus juga yang ke Bogor, di mana sumber air minum dalam kemasan (AMDK) untuk warga di Jabodetabek, menurut sugi, itu juga tidak perlu ada pembatasan. “Jangan dibatasi, karena penumpang mobil pribadi yang mau ke Sumatra bisa lewat tol Andara lewat tol Cimanggis sampai Cinere, dan yang mau ke bandara juga nggak terhambat. Jadi, bentangan-bentangan dari jalan tol yang sudah semakin banyak ini harusnya bisa mulai diatur oleh rekan-rekan di Dirjen Perhubungan Darat terutama Pak Dirjen yang baru sehingga tidak menjadi masalah di logistik,” tandasnya.
Ditambahkan lagi, bisa juga secara selektif menggunakan pengaturan jam beroperasinya kendaraan. Contoh, angkutan barangnya dibatasi misalnya dari jam 3 sore sampai dengan jam 10 malam. “Nah, setelah itu silahkan berjalan untuk kendaraan pribadi. Jika hal itu dilanggar, dan mobil pribadi tetap memaksa lewat di jam itu, ya resiko sendiri. Karena, secara durasi waktu kan sudah diberikan oleh pemerintah,” tukasnya.
Untuk bisa melakukan itu semua, menurut Sugi, diperlukan koordinasi antara Dirjen Perhubungan Darat dengan Korlantas Mabes Polri, kemudian juga dengan pengelola jalan tolnya. “Semua harus berkoordinasi sehingga angkutan logistiknya tetap jalan, yang angkutan orang yang mudik juga tetap jalan,” ungkapnya. (adt)