KANALNEWS.co, Jakarta – Dalam periode 2015-2019, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu program prioritas Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meningkatkan daya saing Indonesia ditengah persaingan global. Pembangunan infrastruktur secara “Indonesia Sentris” diharapkan tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional, namun juga pemerataan hasil-hasil pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan telah selesainya beberapa proyek infrastruktur turut berkontribusi pada peningkatan Indeks Daya Saing Global Indonesia yang dikeluarkan oleh Data World Economic Forum (WEF) dari semula peringkat 41 (2016-2017) menjadi peringkat 36 (2017-2018). Meskipun demikian masih dibawah Malaysia (peringkat 23) dan Singapura (peringkat 3). Bahkan Vietnam (peringkat 55) terus berusaha mengejar kita. Apabila stok infrastruktur kita stagnan maka daya tarik investasi kita akan kalah dari Vietnam,” ujar Menteri Basuki saat memberikan orasi ilmiah dalam acara Sidang Senat Terbuka Dies Natalis Universitas Tidar di Magelang, Kamis (4/4/2019).

Menteri Basuki mengatakan pembangunan infrastruktur menjadi pilihan logis dan strategis semata-mata untuk meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus untuk mengejar ketertinggalan. Terlebih Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi yang berdampak pada penundaan dan penghentian pembangunan dan pemeliharan infrastruktur. Oleh karenanya sejak tahun 2015 pemerintah mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja produktif berupa pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Kebijakan ini menjadi tidak populis karena dampak dari pembangunan infrastruktur baru dapat dirasakan dalam jangka menengah. “Untuk itu kenapa kita banyak membangun infrastruktur di Papua, NTT dan kawasan perbatasan, kalau lihat kepentingan politiknya tentu kita hanya bangun di Pulau Jawa saja,” ujarnya.

Investasi diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja sehingga diharapkan akan mengurangi jumlah pengangguran. “Ketiadaan infrastruktur yang cukup akan membuat produk Indonesia sulit bersaing, seperti konektivitas yang tidak lancar mengakibatkan biaya logistik kita jauh lebih mahal daripada Malaysia, Singapura, Filipina,” ujarnya.

Menteri Basuki mengatakan dalam membangun konektivitas dilakukan secara sinergi multimoda, sebagai contoh Kementerian Perhubungan membangun pelabuhan dan bandara, maka Kementerian PUPR akan menyediakan akses jalannya.

Pembiayaan menjadi tantangan Pemerintah meskipun anggaran infrastruktur terus ditingkatkan dari Rp 178 triliun di tahun 2014 menjadi sekitar Rp 420 triliun pada tahun 2019. Oleh karenanya untuk infrastruktur yang dapat dibiayai masyarakat seperti jalan tol, maka pembiayaannya melalui investasi badan usaha. Dengan demikian anggaran infrastruktur di kawasan perbatasan, daerah terpencil maupun infrastruktur kerakyatan seperti air minum, sanitasi, jembatan gantung, rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat diperluas cakupan layanannya.

Dalam investasi jalan tol, Pemerintah memberikan hak konsesi kepada badan usaha untuk mengusahakan dan memungut tol kepada pengguna jalan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar. Dalam waktu empat tahun terakhir, Pemerintah telah melakukan deregulasi untuk memperbaiki iklim investasi jalan tol dengan pembagian risiko yang lebih proporsional antara Pemerintah dan badan usaha. Sebelumnya pembangunan jalan tol mengalami kesulitan karena Investor menghadapi risiko ketidakpastian lama waktu pembebasan dan harga tanah.

“Saat ini beberapa ruas tol belum ramai. Hal ini serupa kalau kita lihat pada awal Jalan Tol Jagorawi baru beroperasi, yang lewat juga tidak seramai sekarang. Butuh waktu 10 tahun bagi Tol Jagorawi untuk layak dari segi finansial dan lalu lintasnya meningkat. Begitu pula dengan Tol Purbaleunyi yang butuh waktu sekitar lima tahun sehingga padat seperti sekarang,” tuturnya.

Jembatan Gantung Kali Progo, Magelang

Usai acara, Menteri Basuki bersama Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito dan anggota Komisi V DPR RI Nusyirwan Soedjono, meninjau kondisi Jembatan Gantung Kali Progo yang dibangun swadaya oleh masyarakat dengan bahan kayu.

Lurah Desa Rejosari Kecamatan Badungan  Kabupaten Magelang Nur Fauzi yang berbincang dengan Menteri Basuki mengatakan, jembatan gantung sepanjang 120 meter tersebut menjadi jalur utama bagi masyarakat desa menuju Kotamadya. “Jembatan ini dibangun sejak tahun 1980 an, sempat putus tahun 2011. Harapannya dengan dibangun oleh Kementerian PUPR menjadi lebih kuat sehingga aman dilewati,” ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, Menteri Basuki mengatakan akan mengalokasikan dana pembangunan jembatan gantung di tahun 2019 yang ada salah satunya untuk di Kali Progo, Magelang. “Dari total rencana 166 jembatan gantung yang akan dibangun pada tahun 2019 akan kita alokasikan untuk yang di lokasi ini. Kita akan pakai lokasi eksisting yang sudah ada ini, tinggal diperbaiki saja,” ujarnya.

Hadir mendampingi Menteri Basuki, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VII Akhmad Cahyadi, dan Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S. Atmawidjaja. (Mul)