Foto ist

 

Kanalnews.co, SURABAYA– Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bersama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dari Komisi Sosial (Komsos), Komisi Kerasulan Awam (Kerawam), Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya, menggelar kegiatan literasi digital. Tujuannya adalah mengedukasi Orang Muda Katolik agar memiliki pemahaman tentang cerdas bermedia sosial.

Kegiatan ini digelar di Ballroom Harris Hotel & Conventions Bundaran Satelit Surabaya, Minggu, (10/9/2023). Mereka mengingatkan agar anak muda dapat membuat konten dengan berasaskan Pancasila, mempersatukan, menyebarkan konten positif demi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kegiatan Literasi Digital kali ini dihadiri sebanyak 263 (dua ratus enam puluh tiga) orang peserta yang berasal dari berbagai Paroki di Keuskupan Surabaya. Literasi digital nasional ini berfokus pada 4 (empat) pilar, yaitu: digital skill, digital safety, digital culture dan digital ethic.

Adapun penjelasan terkait OMK adalah mereka yang berusia antara 16 (enam belas) s/d 35 (tiga puluh) tahun dan belum terikat perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pedoman karya pastoral kaum muda. Sasarannya adalah anak muda Katolik di Surabaya.

Pangerapan, B.Sc, M.M (Dirjen Aptika Kemkominfo RI), Semuel Abrijani mengatakan, Teknologi digital makin berkembang pesat dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan manusia. Tapi, memiliki dampak negatif yang harus diwaspadai seperti penipuan, phising dan pencurian identitas.

“Kemampuan memilih dan memilah informasi sangat krusial, terlebih dalam memasuki masa tahun politik dimana hoax dan miss-informasi bertebaran setiap harinya. Karena itu, Kemkominfo mengemban amanat dari Presiden Jokowi untuk menjadi garda terdepan dalam percepatan transformasi digital bangsa Indonesia.” kata Semuel Abrijani.

Semuel juga mengungkapkan upaya meningkatkan literasi digital ini akan terus dilakukan hingga ke seluruh pelosok negeri tanpa terkecuali.

“Harapannya, pengetahuan literasi digital yang didapat melalui acara ini dapat diteruskan pada orang-orang di sekitar kita: orangtua, teman, rekan kerja kita serta masyarakat pada umumnya agar bangsa Indonesia makin cakap digital untuk Indonesia terkoneksi.” sambungnya.

Sekretaris Eksekutif Komsos KWI, Rm. P. Anthonius Steven Lalu, SS.Lic.,Th. mengapresiasi untuk para peserta yang datang. Dengan kehadirannya, menjadi bukti mereka mempunyai kesadaran diri untuk belajar.

“Seiring dengan perkembangan teknologi, kita harus rendah hati, belajar, bekerja sama, beradaptasi, bertransformasi, dan berproduksi, yang mana hal tersebut akan dipaparkan oleh narasumber dalam acara ini yang telah diundang dan diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bersama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dari Komisi Sosial (Komsos), Komisi Kerasulan Awam (Kerawam), Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya.” kata Sekretaris Eksekutif Komsos KWI, Rm. P. Anthonius Steven Lalu, SS.Lic.,Th.

Anthonius Steven Lalu juga berharap dengan terselenggaranya acara ini kaum muda dapat menjadi melek informasi. Dengan begitu, mampu untuk menganalisa sumber informasi yang didapatkan sehingga tidak akan diberdayakan teknologi.

Berdasarkan data kependudukan tahun 2022 ada lebih dari 215 (dua ratus lima belas) juta penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet. Pengguna internet di Indonesia rata-rata 7,42 jam perhari.

Studi dari Microsoft yang keluar pada awal tahun 2021 lalu, menunjukan pengguna internet di Indonesia merupakan pengguna internet yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Banyaknya pengguna internet di Indonesia tidak dibarengi oleh literasi digital yang piawai.

“Pada tahun 2021, Kominfo mendapat amanah dari Presiden Jokowi untuk mencanangkan program Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.” kata Indriyatno Banyumurti.

“Terdapat empat pilar Literasi Digital, yaitu; Cakap, artinya kemampuan memakai teknologi digital untuk mengunakannya; Aman, artinya keamanan data pribadi di dunia digital; Budaya, artinya mengejawantahkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan ke dalam aktifitas digital sehari hari; Etis, artinya memperhatikan setiap tutur kata yang digunakan dalam keseharian dalam dunia
digital.” sambungnya.

Indriyatno Banyumurti juga menyebutkan Berita hoaks muncul di media digital yang sama seperti sebagaimana dipakai dalam keseharian, contohnya WhatsApp, Facebook, Instagram, dan lain sebagainya.

“Demi terhindarkan dari berita hoaks, maka sudah semestinya mengenali ciri-ciri dari berita hoaks, yaitu; menyerang perasaan, mendesak untuk disebarkan, ketidakjelasan sumber berita, tidak logis, judul berita yang provokatif.” ujarnya.

Indriyatno Banyumurti juga memberi tahu beberapa cara menanggulangi berita hoaks antara lain; keharusan berpikir kritis, memeriksa adakah ciri hoaks di dalamnya, cermati Alamat situs, dan memeriksa orisinalitas berita di https://s.id/cekhoaks. Saring sebelum sharing, sabar sebelum sebar.

Dikesempatan yang sama, Yohana Vanda yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini membahas soal “Etis Bermedia Sosial”. Menurutnya, etika di media sosial harus sama seperti etika saat berjumpa langsung dengan orang yang dituju.

“Etika sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya, etika berlaku meskipun hanya seorang diri. Etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Perlu adanya kebijaksanaan dalam memilah dan memilih konten untuk dibagikan di sosial media, karena segala sesuatu yang telah diunggah ke platform media sosial akan otomatis menjadi konsumsi publik,” jelasnya.

Yohana mengungkapkan orang muda sangat berpotensi untuk membawa dampak bagi masyarakat di sekelilingnya dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar.

“Sebagai orang muda sudah seharusnya memiliki kemampuan untuk menyaring kabar yang seringkali hilir mudik mencari sasaran berita hoaks yang memiliki kemungkinan menjadi korban cyber bullying. Cyber bullying sendiri merupakan tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan menggunakan media digital. Tindakan ini bisa dilakukan terus menerus oleh yang bersangkutan hingga korbannya mengalami depresi. Berbuat baik dan jagalah etika dalam bermedia sosial,” paparnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., M.B.A,, M.Phil, M.A. yang juga menjadi narasumber ketiga memaparkan soal “Cerdas Menggunakan Teknologi dan Media Sosial dalam Mewujudkan Algoritma Kebangsaan”.

“Nilai Algoritma kebangsaan harus ditingkatkan agar nilainya lebih banyak dari pada algoritma yang merusak. Oleh karena itu, tiktok, IG, FB, twitter harus dipergunakan untuk mempromosikan Indonesia yang hebat dengan cara yang sopan santun,” ujarnya.

Pada kegiatan ini para peserta juga disuguhkan dengan berbagai pengetahuan digital dengan menyaksikan tayangan edukasi mengenai Literasi Digital. Selain itu, peserta kegiatan seminar Literasi Digital di Kota Surabaya diajak untuk menggunakan platform Ouizizz guna menguji pemahaman peserta akan materi yang disampaikan oleh para narasumber.

Panitia telah menyiapkan sebanyak 10 (sepuluh) pertanyaan yang telah dirangkum dari 3 materi paparan. Peserta diberikan waktu 10 detik untuk menjawab masing-masing pertanyaan, pada momen tersebut seluruh peserta terlihat cukup antusias dalam menjawab setiap pertanyaan dengan cepat dan tepat. (ads)