KanalNews.co, Jakarta – Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) berharap kebijakan pelarangan beroperasinya truk-truk logistik sumbu 3 ke atas di hari-hari besar keagamaan harus mempertimbangkan sisi ekonominya. Sebab, pelarangan itu jelas-jelas sangat merugikan para pengusaha terutama yang tidak mengenal waktu libur, dan otomatis juga akan mengurangi kontribusinya terhadap perekonomian nasional.

“Sebenarnya yang kita harapkan para pejabat kita juga memiliki rasa sense of crisis dan sense of business. Kita melihat kondisi ekonomi dunia lagi lesu, ekspor kita juga menurun. Yang ada, kita harus menggenjot dan meningkatkan ekspor nasional kita, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang malah mempersulit,” ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro kepada media baru-baru ini.

Jadi, lanjutnya, membuat kebijakan-kebijakan itu mestinya lebih kepada yang mendukung perekonomian nasional bukan untuk kepentingan sesaat saja. “Apalagi, kita melihat industri itu kan melintasnya tidak jauh-jauh juga. Industri ekspor misalnya cuma dari kawasan industri ke pelabuhan saja. Mestinya itu kan bisa diantisipasi, tidak harus dilarang,” tukasnya.

Dia mengutarakan industri ekspor itu tidak mengenal hari libur. “Kapal-kapal luar itu kan tidak melihat hari libur kita. Terus kita kan ada kontrak dengan buyer. Artinya, buyer itu yang menentukan kapalnya dan mereka taunya barang terkirim sesuai schedule,” ucapnya.

Jadi, katanya, dengan adanya larangan-larangan tersebut, itu akan menambah extra cost bagi para eksportir. “Kita terpaksa menggunakan jasa pengawalan di jalan agar barang-barang kita bisa terkirim tepat waktu. Kita minta dispensasi pengawalan dan itu butuh extra cost yang tidak sedikit,” tuturnya.

Apalagi, menurutnya, jika pelarangan itu diberlakukan sangat panjang seperti saat libur Lebaran tahun ini. Sementara, katanya, di industri ekspor itu, kalau kapal itu datangnya di Hari Raya, barang itu juga tetap harus sudah masuk pelabuhan. “Tetap harus siap berangkat, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Nah, ini yang perlu dipikirkan. Seperti saat Lebaran kemarin, saat kita tetap jalan dengan dispensasi pengawalan di malam hari, itu sama sekali tidak mengganggu arus lalu lintas di jalan. Yang penting itu pengaturan kendaraannya saja,” ujarnya.

Jadi, menurutnya, kebijakan soal pelarangan itu perlu dipikirkan lagi. Karena, volume kendaraan di jalan juga tidak terlalu banyak untuk ekspor. “Apalagi, jam-jam operasional kita saat hari-hari libur besar itu bisa diatur jam-jamnya saat malam atau bagaimana. Semua sebetulnya bisalah, dan itu yang sebetulnya kita harapkan,” tandasnya.

Jadi, lanjutnya, pemerintah dalam hal ini kementerian perhubungan harus melihat juga kepentingan ekonomi selain juga masyarakat pemudik. “Pemerintah harus melihat juga kepentingan ekonomi nasional dan biaya usaha, apalagi dalam kondisi ekonomi yang lagi sulit saat ini,” tegasnya.

Selain mengatur waktunya, menurut Toto, truk-truk besar itu paling tidak diijinkan untuk melalui jalan-jalan arteri. “Kalau dianggap lewat tol mengganggu orang mudik, setidaknya semua truk besar itu bisa lewat jalan arteri. Jadi, banyak alternatif solusi yang bisa dipikirkan. Karenanya, kita harapkan di pemerintahan kita para pejabatnya memiliki sense of crisis maupun sense of business,” tukasnya.

Apalagi, katanya, ekspor itu sangat berguna untuk memperkuat sisi cadangan devisa negara. “Kalau nggak ada devisa, kita juga mati. Karena, kita juga butuh dolar buat bayar utang-utang negara kita ke luar negeri,” ucapnya.

Dia mengatakan selama ini pemerintah tidak pernah melihat seberapa besar mengganggunya dampak dari kebijakan pelarangan itu terhadap para pengusaha. “Sepertinya nggak dipelajari, nggak ada studinya soal bagaimana dampaknya terhadap ekonomi kita. Karena sudah terbiasa dari dulu kalau libur besar truk besar dilarang jalan, sampai sekarang pun itu tetap dilakukan tanpa kajian terlebih dulu terhadap kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkannya,” tuturnya. (adt)