KANALNEWS.co, Jakarta – Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf) kembali menggelar BEKRAF Game Prime (BGP) 2017 yang berlangsung di Kartika Expo Balai Kartini Jakarta pada akhir bulan Juli mendatang. Berbeda dengan tahun lalu BGP tahun ini digelar dalam dua format.

Deputi Infrastruktur BEKRAF, Dr. Hari Santosa Sungkari menjelaskan, pada hari pertama, 27 Juli merupakan acara bussiness to business, ajang pelaku industri game Indonesia untuk bertukar pengalaman dan membangun relasi di Hotel Ayana Midplaza Jakarta. Sementara untuk konsumen atau publik diadakan pada 29-30 Juli.

“Pengunjung dapat mencoba berbagai jenis permainan dan game terbaru pada pameran. Acara tahunan ini sebagai upaya kami untuk mendukung industri game. Wadah bagi pengembang lokal untuk menunjukkan karya,” kata Hari kepada wartawan dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Hari menambahkan, BEKRAF Game Prime 2017 menyediakan sekitar 100 gerai yang memamerkan game dengan teknologi terbaru seperti augmented reality dan virtual reality. Game dan aplikasi menjadi salah satu sub-sektor yang menjadi prioritas BEKRAF, selain film dan musik.

“Mengembangkan game membutuhkan waktu tidak sedikit dan tentu butuh banyak percobaan sampai menemukan formula yang tepat,” tambahnya.

Ketua Asosiasi Game Indonesia Narenda Wicaksono pada kesempatan yang sama memperkirakan membuat game memerlukan waktu hingga tiga tahun dan waktu yang tepat untuk mulai mengembangkan game adalah saat kuliah karena harus mengalami jatuh-bangun. Paling tidak, setelah lulus kuliah, game yang diharapkan sudah selesai. Pertimbangan lainnya, setelah lulus kuliah, tanggung jawab bertambah misalnya harus mencari pekerjaan.

“Saat kuliah waktu yang paling baik untuk memulai usaha, kalau ditunda selesai kuliah yah bisa saja pikirannya berubah misalnya disuruh nikah oleh orang tua,” selorohnya.

“Membuat game yang diuji ada dua, konsistensi, mau mencoba terus dan sabar karena game enggak selalu berhasil. Kalau mau mulai, dari zaman kuliah. Jadi, berdarah-darahnya pas kuliah,” tambahnya.

Narenda menyatakan, semua orang memiliki ekspektasi sama terhadap game yang dianggap bagus, pasalnya, setiap orang, dengan perangkat apa pun memiliki kesempatan sama untuk mengunduh game dan Industri game tidak mengenal istilah “ada harga, ada kualitas”.

“Orang yang memainkan game pada ponsel murah hinga mahal, misalnya untuk mobile game, memiliki persepsi yang mirip apakah game tersebut bagus atau jelek. Produsen game harus punya tolak ukur yang tinggi sekali. Orang harus kompetitif,” jelasnya. (Herwan)