KANALNEWS.co, Seram Bagian Barat – Program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga adalah komitmen Pemerintah mewujudkan energi berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya di kawasan timur dan wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan Secara Nasional.

Beleid ini mengamanatkan agar Badan Usaha yang menyalurkan BBM bersubsidi mendirikan lembaga penyalur di lokasi tertentu, sehingga masyarakat dapat membeli BBM dengan harga jual eceran yang ditetapkan Pemerintah.

Peta jalan berdirinya lembaga penyalur BBM Satu Harga untuk tahun 2017 pun telah dibuat, sebanyak 54 lembaga penyalur akan didirikan. Saat ini, SPBU Mini Amalatu di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, menjadi lembaga penyalur ke-25.

“Secara roadmap, Pertamina merencanakan 54 titik. Sampai saat ini sudah 25 (lembaga penyalur). Kita masih punya waktu tiga bulan. Pertamina kerja keras untuk mempercepat. Pertamina sedang kerja keras. Di akhir tahun, 54 lembaga penyalur akan kita kejar. Ini arahan dari Bapak Presiden agar BBM satu harga betul-betul bisa diimplementasikan,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial, usai meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Mini di Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, Senin (2/10).

Menanggapi besarnya biaya yang dikeluarkan PT Pertamina (Persero) untuk mewujudkan program ini, Ego menegaskan bahwa Pemerintah melihat Pertamina sebagai sebuah korporasi secara utuh, bukan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang parsial.

“Pemerintah tidak memandang Pertamina hanya dari satu direktorat (divisi). Pemerintah melihat Pertamina sebagai korporasi secara keseluruhan. Jadi Pemerintah juga memikirkan Pertamina secara keseluruhan. Kalau kita lihat secara segmentasi, Direktorat (divisi) Pemasaran Pertamina sudah mengeluarkan sekitar Rp.600 miliar sampai Rp.700 miliar setahun. Tapi, di satu komposisi lainnya, Pemerintah menyediakan Pertamina secara korporasi. Contoh, Pemerintah mempercayakan pengembangan Blok Mahakam kepada Pertamina, kalau kita hitung Blok Mahakam harganya sekitar US$2 sampai US$3 miliar. Pemerintah sangat berkepentingan untuk membesarkan Pertamina,” tegas Ego.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa (Ifan) menerangkan bahwa Pertamina mendapatkan mandat untuk menyalurkan BBM jenis Premium sebagai bagian dari penugasan Pemerintah kepada Pertamina. Hal ini diungkapkan Ifan menyusul kabar terjadinya kelangkaan BBM jenis Premium untuk mendorong penjualan pertalite. Ifan berpendapat, masyarakat sudah memahami kualitas bahan bakar yang baik bagi kendaraan.

“Premium adalah jenis BBM Khusus Penugasan, diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014, yang menugaskan kepada Pertamina untuk menyalurkan BBM Penugasan, Premium, di seluruh Indonesia, khususnya di luar Jamali (Jawa, Madura, Bali) itu penugasan. Kalau di Jamali masih jenis BBM Umum, jadi boleh ambil untung. Kami sudah mengecek ke seluruh Indonesia, di banyak kabupaten-provinsi banyak yang bergeser menggunakan Pertalite. Sekarang selisihnya sekitar Rp.1.000, jadi masyarakat sudah banyak kembali menggunakan Premium. Tapi sebenarnya pertalite lebih bagus kualitasnya untuk kendaraan, baik motor atau mobil. Ada di tempat-tempat tertentu, Pertalite lebih banyak tersalurkan,” imbuhnya.

Ifan juga mengungkapkan bahwa BPH Migas telah melakukan koordinasi secara intensif dengan Pertamina untuk mendukung kelancaran penyaluran BBM jenis Premium. “Karena ini penugasan, Pertamina hukumnya wajib menyalurkan itu (Premium). Kami sudah bertemu dengan Direktur Utama Pertamina dan Pertamina komit untuk menyalurkan,” pungkas Ifan. (mk)